Tepat di hari ini; Minggu, selama dua jam aku tertidur di jam sepuluh
pagi kemudian bermimpi tentangnya. Dengan latar belakang kantor baru yang memiliki
lima lantai. Seperti biasa aku datang sebelum jam tiga sore, lalu bertemu
dengannya tanpa saling menyapa. Aku masuk, diapun demikian. Kupikir dia hendak
ke pantry, jadi aku biarkan dia lewat tanpa menyapa. Mending aku pergi ke
ruanganku di lantai empat naik dengan sebuah lift. Ketika aku masuk, “oh dia
ternyata ke sini” ternyata dia berada di sana dengan rekan kerjanya sambil
mengobrol. Karena aku dengannya bekerja di ruangan yang sama. Ruangannya persis
seperti ruangan di depan pintu kamarku. Kalau tahu gitu, mengapa aku tidak
bergegegas ke lift agar serempak dengannya. Kupikir begitu.
Padahal aku tidak ada kerjaan, tapi aku mencoba saja sibuk
bekerja di depan komputer dan mencoba menulis cerita apapun seperti biasa aku
menulis banyak hal. Sambil menulis aku berpikir sambil melihat ke arah meja
kerjanya. Dia begitu asyik bercerita dan tertawa dengan rekan kerjanya. Lalu kembali
fokus aku mengetik di layarku. Entah begitu asyiknya menulis, aku melihat ke
arahnya kembali yang ternyata mereka tinggal berdua. Padahal semula mereka
bertiga, sebab yang satu masih sibuk bekerja, dan temannya ternyata pergi
karena mungkin ada urusan yang membuatnya harus pulang lebih awal. Dan kuperhatikan
dia yang sepertinya masih setia menemani.
Entah sampai akhirnya kulihat dia melepas baju dinasnya yang
putih menyisakan singlet yang dia kenakan. Aku pikir dia kepanasan, padahal
kami sedang berada di ruangan ber AC. Jadi kubiarkan saja tanpa ada pikiran
yang aneh-aneh. Jadi aku kembali fokus dengan apa yang aku kerjakan sampai pada
akhirnya selesai. Dan akupun mengantuk. Tapi pikiran dan mataku selalu
mengawasi mereka.
Seketika, dia merapatkan meja-meja dan menutupnya dengan map
rak kantor agar tidak terganggu. Apa dia tahu aku sedang memerhatikan mereka? Untungnya,
masih ada celah yang dapat aku lihat sedang apa mereka di sebelah.
Tidak hanya duduk saja, kadang dia berdiri dan keluar ke
pintu yang berada di sebelah meja kerjanya. Kemudian kembali masuk sambil
memerhatikanku. Rasa kantuk menghantui, tapi aku masih terjaga sedikit karena mencoba mahir
dengan gerak-gerik yang dia lakukan. Dalam tidur pikiranku bercabang dan
membuat aku susah tidur, hanya tidur-tidur ayam. Jika bangun, kulihat kembali
mereka, takut dengan sesuatu yang bakal terjadi. Tapi jam sudah hampir menuju
jam empat sore, biasanya jam tiga dia mengajakku pergi ke masjid. Tumben aku lupa
juga dengan waktu.
Seketika aku terlelap dan tanpa sadar bangun-bangun terkejut
karena jam sudah hampir menuju pukul lima. Kulihat dia, sudah tidak lagi berada
di sana begitupun rekannya. Bergegas aku bangun dan pergi ke lift untuk turun. Pikiranku
bercabang, dia pulang lewat mana. Tangga atau lift ini? Pasti mereka turun lewat
tangga menuju lantai tiga, dan menuju lift yang berada di lantai tiga.
Aku sedih karena dia seketika melupakanku. Biasanya kalau
pulang pasti selalu ngajak serempak. Begitu tega dia membiarkanku terlelap
sendirian di sana. Seketika sampai di bawah, mereka tidak kutemukan di lobby. Berlari
ke luar dan mencari kendaraan motor berwarna biru dan helm polkadot yang selalu
dia kenakan, tapi tak juga kutemukan di halaman parkir yang begitu luas ini. “Kemana
perginya mereka, apakah dia pulang mengantar rekan kerjanya itu atau mungkin malam pergi ke
hotel”, pikirku semrawut.
Pulang-pulang aku menangis. Dan berpikir apa salahku
sampai-sampai dia berubah hanya karena mungkin dia merasa aku telah berubah. Dia
tidak tahu yang sebenarnya, bagaimanapun aku tetap selalu mencintainya dan
masih peduli dengan dirinya. Ini jelas mimpi terburuk dalam hidupku.
0 Comments