"dan pada akhirnya, aku masih mencintaimu walaupun aku sudah melihatmu mencintai orang lain”

Jika rasa sayang itu bisa dilihat, mungkin kau akan tahu bahwa aku lebih menyayangimu daripada diriku sendiri. Menghabiskan waktu untuk mendatangimu, dan menaruhmu terlalu dalam di hati, sehingga untuk menghapusmu saja, aku seperti menyakiti diri sendiri. Lantas bagaimana dengan keadaanku saat ini ketika aku tahu kau benar-benar sudah pergi. Haruskah aku turut pergi atau diam saja di sini meratapi?

Sebenarnya aku tidak pernah mau menjauh darimu. Tapi aku ingin mencoba hanya membatasi harapanku padamu agar harapanku tidak terlalu jauh. Aku ingin membelah bagian-bagian tertentu tentangmu menjadi bagian-bagian yang pernah terhitung dan membuangnya. Jika bisa aku ingin menguburnya saja.

Aku yakin Tuhan mempertemukan kita bukan untuk disatukan, namun untuk dijadikan satu pelajaran agar aku begitu mengerti. Aku jadi tahu rasanya mencintai dalam diam, aku jadi tahu rasanya bagaimana cinta sendirian, aku jadi tahu rasanya mencintai tanpa dicintai. Dan aku semakin paham bagaimana mengikhlaskan kisah yang bahkan belum dimulai namun harus dipaksa selesai. Sebab mencintaimu adalah bukan suatu ketakwaan.

Mohon izinkan aku kasih rasa sayang terakhirku dengan cara pergi. Pergi dari keadaan ini. Bukan karena perasaanku sudah selesai, tapi aku berharap dengan perginya aku, bisa kasih dirimu kebebasan. Kebebasan yang selama ini pernah kau sampaikan bahwa hidup sendirian saja itu lebih baik. Tapi entah denganku. Ingin rasanya melihat kebelakang lagi untuk sekedar menatapi dirimu di kamar sedang apa. Entah sedang bahagia atau sedang bersedih.

Aku tahu, pusat rasa sakit kehidupan ialah berharap kepada manusia. Paling maksimal dicintai juga olehmu, atau minimal berharap kau selalu ada saja untukku, itu sudah lebih dari cukup. Sebab sulit untuk mengharap harapan-harapan lebih darimu. Kau tahu pasti paham rasanya harus ikhlas di saat masih ingin terus bersama. Kau juga tahu rasanya harus baik-baik saja, padahal aku benar tidak sekuat itu.

Kau adalah satu-satunya orang yang selalu ingin aku ajak dalam hal apapun. Masih banyak sekali hal apapun yang ingin aku lakukan denganmu di luar sana. Tertawa bebas di dalam kendaraan, mengajakmu ke tempat dan teriak di tempat yang belum pernah kau datangi sama sekali. Melihatmu tersenyum di depanku dengan merasa mensyukuri apa yang telah terjadi dengan hal baik dalam keikhlasan matamu menatap wajahku.

Dalam hal apapun aku berusaha untuk tidak pernah menyesal tentang hal apapun, apapun yang berhubungan dengan dirimu, karena aku pernah sebahagia itu ketika aku di dekatmu. Aku mau bilang terimakasih karena sudah pernah buatku bahagia tanpa kau rencanakan, tanpa kau sadari. Kini, bahwa waktunya selesai. Jalannya sudah begitu. Akan ada yang datang kemudian pergi. Agar aku terbiasa jika seandainya kau benar-benar pergi dari tempat ini, aku telah kehilangan rasa sakit perihal kesepian itu.

Dan sekarang, aku hanya ingin mengatakan terimakasih dan maaf atas semua rasa dan perasaan ini. Tapi tenang aku masih di sini. Aku hanya memberi sedikit jarak agar sakitku tidak berlebihan. Jangan berpikir apapun dengan hal kececewaan, kau akan tetap abadi di dalam ceritaku. Terimakasih telah hadir di alur cerita hidupku.

Aku mencintaimu, sungguh. 30