Dua sahabat yang tak pernah lekang (Ozan dan Reza) telah merencanakan liburannya jauh-jauh hari. Ozan yang awalnya ingin mengajak istrinya liburan yang sedari awal menikah belum pernah bepergian berdua ke tempat yang jauh. Suami istri itu berkeinginan liburannya ke Kerinci, apalagi Ozan belum pernah menginjak kakinya di Sekepal Tanah Dari Surga itu.

Perbincangan hangat itu kemudian ia sampaikan ke Reza dalam diskusi ringan di malam hari. Ternyata Reza yang hobinya jalan-jalan juga punya keinginan. Langsung diiyakan bahwa untuk liburan ke Kerinci adalah hal yang paling tepat. Jadi rencana mereka pergi berliburan bareng kedua istri mereka. Lalu aku?

Aku masuk ketika malam selanjutnya aku hadir di antara mereka. Lalu dengan sengaja basi-basi dari mulutnya Reza mencoba menawarkanku bahwa mereka akan liburan ke Kerinci, dan aku disuruh ikut. Aku pikir itu basa basi dalam lingkaran pertemanan, karena awalnya ragu. Sebab biasanya ajakan itu hanya basa basi saja dan menjadi basi diakhir jadinya. Ternyata dugaanku salah. Mobil Ayla yang sekecil itu muat untuk lima orang ditambah dua bayi. Aku pikir ini bakalan jadi hal yang menyenangkan selama liburan.

Keberangkatan di mulai hari Selasa jam dua siang. Dengan membawa tas, perlengkapan dan kebahagiaan. Perjalanan di awal begitu nyaman sembari ngobrol-ngobrol kecil membahas seputaran kehidupan di genk yang tak pernah habis untuk dibahas. Namun tiba-tiba aku jatuh sakit ketika tiba di kota Sengeti saat singgah di masjid untuk shalat sebentar. Rasa sakit perutku tak bisa tertahankan. Aku mencoba mengingat kembali apa yang kumakan hari ini. Seketika ingat, siang itu aku memakan kue kotak yang sudah kadaluarsa. Padahal kuenya masih enak dan tersimpan di kulkas.

Di sepanjangan perjalanan menuju Jambi, perutku melilit tak tertahankan. Aku pikir ini jadi liburan yang buruk bagi mereka. Pergi singgah untuk makan bakso, lalu memesan McD via GoJek, dan singgah ke WTC Batanghari untuk membeli donat, hingga akhirnya aku muntah di parkiran depan WTC Batanghari. Hampir saja pingsan. Namun setelah muntah perutku sedikit lega dari sakitnya. Sampai harus singgah ke apotek untuk membeli obat. Benar-benar merepotkan mereka. Hingga sampai di Kota Bulian singgah makan lagi, tapi aku tidak ikutan makan karena tidak selera. Lalu tertidur di kolong meja bersama dua bayi mereka.

Bangun-bangun perutku sudah tidak lagi sakit, badanku juga sudah merasa enakan. Apalagi tadi sejam yang lalu diguyur hujan deras membuatku lelap untuk tidur. Kemudian lanjut lagi perjalanan di mulai jam sebelas malam dari sini. Perjalanan yang begitu panjang, sampai kami harus singgah di Indomaret Kota Sarolangun, dan numpang tidur di halaman parkir Indomaret sampai subuh. Adzan berkumandang kami singgah ke pom bensin untuk shalat di sana. Kemudian melanjutkan perjalanan lagi.

Di tengah perjalanan akhirnya aku diminta untuk membawa mobil sampai ke pom bensin di kota Bangko. Harusnya aku singgah di sana karena bom bensin satu-satunya di antara perjalanan itu kemudian di Kerinci baru ada. Tapi aku tetap melanjutkan perjalanan karena aku pikir di depan bakalan ada pom bensin. Sampai akhirnya kita singgah beli yang eceran karena tidak menemukan. Setelah itu cari sarapan. Aku pikir warung tempat kami sarapan itu dua jam lagi akan sampai di Kerinci. Ternyata tidak. Masih harus menempuh waktu selama lima jam.

Dua bayi yang mungkin sudah tidak mampu lagi harus berlama-lama di mobil terus-terusan menangis. Aku pun berharap sebelum jam duabelas tiba, ternyata masih saja belum. Melewati jalan berkelok-kelok dan jurang hingga tebing-tebing yang tinggi kita lewati, hingga jam satu siang akhirnya tiba di Danau Kerinci, dan memilih makan siang di tepi danau itu. Setelah makan siang, melanjutkan lagi karena sedikit lagi akan tiba. Jam dua tiba di rumah Nabila adik sepupuku padahal niat awalnya untuk meberi kejutan. Tapi mereka sedang tidak berada di rumah. Gagal memberi kejutan.

Niat awal ingin menginap di rumah adik sepupuku. Tapi rumah mereka sedang direnovasi. Akhirnya menginap di rumah saudara Reza yang berada di atas bukit. Sayangnya di rumah itu WC nya mampet. Mau nangis rasanya, mau buang air jadi susah. Apalagi pas tidurnya. Duh rasanya ingin pulang saja ke rumah adik sepupuku. Namun perjalanan ke sana jarak tempuhnya empatpuluh menit.

Tiba di Kamis pagi, kami mandi di jam tujuh, dengan air yang sangat dingin. Seperti mandi dengan es batu. Sengaja mandi untuk bergegas berangkat menuju Kayu Aro agar tidak kesiangan. Seharian kami berada di Ayu Aro hingga malam. Banyak tempat-tempat yang kami singgahi, dari kebun tehnya, air terjun Telun Berasap, memetik stroberi, dan singgah di Swarga Homestay. Namun ketika tiba di Telun Berasap, hujan turun begitu deras. Namun keinginan mereka tetap ingin melihat air terjunnya, akhirnya hujan-hujananlah turun ke sana. Berfoto ria di dekat air terjun, lalu makan pop mie bersama. Mereka pikir awalnya bisa mandi di bawah air terjun itu. Namun setelah lihat besar dan derasnya air yang terjun, niat mereka jadi hilang.

Setelah dari air terjun, kami singgah dulu memetik buah stroberi. Sebab memang selama aku pergi ke Kerinci, tidak pernah aku memetik stoberi dari kebunnya langsung. Lalu setelah dari kebun itu, kami singgah ke Swarga untuk berfoto-foto, karena mereka memang belum pernah ke sana. Namun sayangnya cuaca yang mendung membuat gunung Kerincinya tertutup awan mendung. Eh lagi seru-serunya berfoto, hujan turun lagi. Kami terjebak di Swarga Cafe hingga malam. Lalu pulangpun kami jadi kemalaman.

Lanjut hari kedua di hari Jumat, paginya kami pergi menuju Bukit Khayangan. Dengan diselimuti hujan dan kabut disertakan cuaca yang begitu dingin dari atas bukit. Cuaca dua hari ini sedang tidak bersahabat. Sekedar berfoto di atas langit kemudian turun lagi.

Siangnya kami shalat Jum’at, lalu pulang bersiap-siap lagi mencari destinasi wisata. Bingung keana lagi harus dikunjungi. Padahal baru Kayu Aro saja kami berkeling-keliling. Bingung dengan pilihan, akhirnya jatuh kepada memetik jeruk langsung dari pohonnya. Kebun jeruk yang kami datangi di daerah Lolo Gedang. Betapa jauhnya dari rumah menuju tempat ini. Tapi ini kali pertama aku menginjakkan kaki di sini. Jam tiga sore tiba di sini, tapi kami masih saja tersesat entah dimana lokasi yang tepat. Untung ada masjid, jadi singgah dulu untuk shalat disini. Setelah Ashar barulah mencari. Eh pas ketemu, senangnya buka main, karena seketika para ibu-ibunya menjelma tukang kebun dengan memakain topi ala petani, kemudian dengan semangatnya memetik jeruk sebanyak-banyaknya. Tapi aku saja yang tidak semangat. Kulihat jeruk-jeruknya warna hijau, pasti masam. Pikirku. Mereka beli sampai dua plastik besar. Untuk oleh-oleh katanya. Tapi aku tidak berminat. Melihat mereka borong, eh jadinya beli saja empat buah jeruk. Kucicip di mobil ternyata manis. Waduh jadi ingin menangis. Menyesal tidak ikut memborong.

Sepulang dari sana, di antara mereka sudah berencana. Ozan membisikkan sesuatu tentang sebuah kejutan, yang ternyata ada kejutan di hari ulang tahun pernikahan Reza dan Nida yang satu tahun. Korintji Heritage ialah cafe pilihan Reza dalam mengonsep kejutan yang sudah disiapkan.

Saat malam tiba sekitar jam delapan malam, orang-orang sudah menunggu kedatangan kami. Aku saja tersipu malu disambut dengan suka cita begini. Pintu masuk yang sudah dinanti oleh MC nya, dan mengatakan sebelum masuk ada sebuah game yang mungkin akan ada doorpricenya. Ditutupkan mata pengantin baru itu, lalu dituntunlah mereka menuju meja putih yang sudah disediakan beserta hidangannya. Live music siap dimainkan ketika matanya dibuka. Sungguh betapa bahagianya pasangan itu. Begitupun kami bertiga, karena malam ini makan enak apalagi gratis. Jadi makan sepuasnya sampai kenyang.

Dan jam pun menunjukkan jam sepuluh lewat. Waktunya bergegas untuk pulang. Tidak terasa malam ini jadi malam terakhir kami di Kerinci. Besok pagi sudah harus pulang ke Jambi.

Sabtu pagi, seperti biasa mandi lalu sarapan. Tapi aku masih saja ingat tengah malam jam tiga pagi sakit perut tak tertahankan dan harus segera dikeluarkan. Namun sayangnya untuk buang air harus di WC musholla sebelah rumah. Tapi di depan pintu WC nya ada keranda mayat. Bayangkan saja jam segini harus melewati keranda mayat itu. Andai perut masih bisa ditahan, pasti aku tidak akan keluar rumah jam tiga pagi ini.

Akhirnya kami memulai perjalanan dari sembilan pagi. Hitungan jam demi jam telah kami tinggalkan kota Kerinci itu. Tiba di kota Bangko sore harinya, tak lupa untuk singgah ke kedai ADA Cemilan milik sahabat sematiku; Cane. Dia sahabatku semasa kuliah dulu. Sekarang dia tinggal di Bangko karena tugas negara dan mengajar sekolah di sana. Dia sekalian berjualan burger di depan rumahnya. Murah. Aku borong apa yang dia jual, karena perdana aku membeli dagangannya. Apalagi kami lama sudah tidak bertemu. Singgah ke rumahnya sambil makan dan mengobrol hal-hal semasa kuliah dulu. Apalagi anaknya; Gisci udah mulai besar. Sudah pandai diajak ngobrol. Dan tak lupa sebelum melanjutkan perjalanan lagi, foto-foto dulu di depan kedainya untuk kenang-kenangan.

Lanjut ke kota Sarolangun, tiba pas adzan berkumandang. Singgah ke masjid paling megah di kota itu, lalu mencari makan malam. Perjalanan ke kota Jambi masih harus menempuh enam jam lagi. Tidak mungkin aku menyetir hingga pagi. Untung di daerah Tembesi ada teman Nida menawarkan penginapan di rumahnya. Setibanya sampai jam sebelas malam. Sebelum tidur aku mandi dulu. Setelah itu baru pergi tidur.

Esok paginya di hari Minggu melanjutkan lagi perjalanan kami menuju Jambi. Rasa kantuk masih saja terasa. Untung bukan aku yang harus membawa mobil lagi. Seketika aku tertidur dialam perjalanan sampai Bulian. Nyamannya dapat kepuasan tidur di pagi hari.

Akhirnya kami tiba di Jambi. Singgah ke Little Talk sebentar karena belum pernah ke sana. Kemudian pergi lagi ke Jamtos untuk makan siang di Shushi. Berasa orang kaya. Padahal uang tinggal sedikit. Keliling-kelilng Jamtos hingga sore, kemudian dilanjutkan lagi perjalanan pulang ke kota halaman. Lalu akhirnya tiba di jam sembilan malam.

Kemudian dengan ini, besoknya aku putuskan tidak akan pernah lagi mau berlibur seperti yang ada ini.