Maaf jika kesannya ini seperti balas dendam. Tapi kenyataannya,
roda berputar begitu cepat. Kehidupan terus saja berganti pada waktu siang
dan malam. Setiap hari aku selalu bertemu orang-orang baik. Kau tahu,
orang-orang baik itu menghantuiku. Bukan kebanyakan mereka, tapi salah satunya.
Salah seorang yang begitu baik. Apapun. Apapun yang ada pada
dirinya begitu baik. Sama sepertimu. Dari wajahnya tersirat bahwa ia begitu
penyayang. Kau masih tetap dihati, sayang. Tenanglah. Takkan pernah aku
hilangkan dirimu begitu saja. Namun kenyamanan mengalahkan segalanya.
Seseorang yang begitu baik. Seseorang yang awalnya sulit aku
terka keadaannya. Melibatkan seseorang yang lain adalah temannya yang begitu
dewasa. Namun pada akhirnya aku benar-benar memilih dirimu dalam kesederhanaan
saja.
Bagaimana tidak, seseorang yang dinobatkan nomor satu di hatiku
karena perilaku yang sempurna. Aku begitu jatuh cinta pada ketaatan, tutur
kata, dan tatapan matanya yang begitu sangat penyayang sekali. Namun maaf, aku
terlalu agresif sehingga mungkin membuatmu risih dengan segala macam
pandanganku. Kau tahu, ketika kau datang, rasanya aku tak berhenti menatap
wajahmu sampai kau tahu aku telah mungkin menatapmu.
Setiap hari aku selalu berandai-andai bisa bertemu denganmu
setiap harinya. Seandainya aku bisa bersikap, seandainya aku punya hobi yang
sama denganmu, mungkin saat ini aku sudah begitu sangat dekat padamu. Sayangnya
kita hanya berjumpa seminggu dua kali saja. Terkadang aku melihatmu di jalanan
saja, betapa bahagianya. Ya walaupun kau sudah milik orang lain seutuhnya,
tetapi bolehkah kau izinkan aku untuk dapat mencintaimu juga?
Sebenarnya aku sedih jika harus jauh darimu. Apalagi ketika aku
tahu kau tampak marah padaku dengan omonganku yang terkadang ceplas ceplos tak
berbobot dalam bahasan. Sebenarnya itu hanya sekedar komedi, agar kau tertawa.
Sebab aku ingin mencoba membuatmu terhibur jika ada aku. Aku ingin jadi
satu-satunya manusia yang ramai dalam hidupmu. Agar ketika kau sedang di tempat
biasa dengan teman-temanmu, akupun sama turut hadir dalam ajakanmu. Tapi
sekarang kau terlihat berubah. Tidak seperti dulu yang bersahabat padaku. Malah
saat ini seperti kau menyulam jarak di hadapan waktu. Karena, ketika kau pulang,
biasa kau berpamitan padaku, tidak pernah lagi kau lakukan. Kau seperti
menghindar. Hari-hari baik yang biasa kau lakukan, malah berbanding terbalik
dengan masa lalu. Apa kau tahu bahwa aku menyukaimu? Tapi itulah dirimu. Kau
sulit ditebak.
Aku
takut jika kau tahu. Takut sekali. Aku takut kau pergi. Walaupun kau tidak
dapat kugenggam, tapi berada di sampingmu adalah hal paling terbahagia, apalagi
sambil ngobrol hal-hal kecil denganmu. Ketika sedang satu meja denganmu, duduk
berdua denganmu, kau suka membahas hal-hal kecil yang semacam tidak terlalu
penting untuk dibahas dan membuatnya tertawa hingga kau terbahak-bahak.
Sederhana sekali bukan? Kau seperti tahu sekali aku sedang kesepian dan perlu
diajak bicara, dan kau membangun itu. Kau berhasil membuatku tertawa sepertimu
tentang hal-hal kecil yang seharusnya mungkin itu tidak perlu ditertawakan
karena selipan leluconnya. Sumpah
itu jadi sesuatu hal yang tidak bisa dijabarkan kebahagiaan yang sesungguhnya.
Aku berharap orang-orang di sekitar kita tidak mengatakan hal apapun tentangku
kepada dirimu. Cukuplah cinta ini aku saja yang simpan agar kita tetap bisa
berteman dekat. my