![]() |
sumber: https://sepositif.com |
Di bulan April ini, ada sebuah
karya yang mengejutkan jagat raya Nusantara, yaitu “Ibu Indonesia”. Ada apa
dengan Ibu Indonesia? Siapa Ibu Indonesia?
Ibu Indonesia bukanlah tokoh, tapi ia sebuah judul. Sebuah karya yang
diciptakan oleh Sukmawati Soekarnoputri. Yang ia ciptakan sendiri kemudian
disuguhkan di atas panggung dalam acara 29 Tahun Anne
Avantie Berkarya di Indonesia Fashion Week 2018. Berikut puisinya,
Ibu Indonesia
Aku tak
tahu Syariat Islam
Yang
kutahu sari konde ibu Indonesia sangatlah indah
Lebih
cantik dari cadar dirimu
Gerai
tekukan rambutnya suci
Sesuci
kain pembungkus ujudmu
Rasa
ciptanya sangatlah beraneka
Menyatu
dengan kodrat alam sekitar
Jari
jemarinya berbau getah hutan
Peluh
tersentuh angin laut
Lihatlah
ibu Indonesia
Saat penglihatanmu
semakin asing
Supaya
kau dapat mengingat
Kecantikan
asli dari bangsamu
Jika kau
ingin menjadi cantik, sehat, berbudi, dan kreatif
Selamat
datang di duniaku, bumi Ibu Indonesia
Aku tak
tahu syariat Islam
Yang
kutahu suara kidung Ibu Indonesia, sangatlah elok
Lebih
merdu dari alunan azan mu
Gemulai
gerak tarinya adalah ibadah
Semurni
irama puja kepada Illahi
Nafas
doanya berpadu cipta
Helai
demi helai benang tertenun
Lelehan
demi lelehan damar mengalun
Canting
menggores ayat ayat alam surgawi
Pandanglah
Ibu Indonesia
Saat
pandanganmu semakin pudar
Supaya
kau dapat mengetahui kemolekan sejati dari bangsamu
Sudah
sejak dahulu kala riwayat bangsa beradab ini cinta dan hormat kepada ibu
Indonesia dan kaumnya.
Bagiku, puisi merupakan sebuah luapan
perasaan secara bebas yang bisa diungkapkan dalam bentuk apa saja. Ekspresikan
hatimu dalam ranah seluas-luasnya ke dalam kertas itu.
Lalu? Apa yang salah? Itu hanya sebuah gambaran saja yang kemudian Ibu Sukma
tuangkan ke dalam sebuah tulisan sebagai wujud nyata ragam Indonesia. Kalian
hanya sedang diuji dengan penafsiran puisi. Tidak ada sara di sana. Berpikirlah
secara luas jangan hanya menyempitkan persoalan karya menjadi bencana. Sebab
membaca puisi tidak sekali baca langsung ditelan seperti membaca dan menonton
berita.
Bhinneka Tunggal Ika milik Indonesia. Milik kita. Beragam-ragam yang
dimilikinya, tetapi satu. Dalam keberagaman itu tidak semuanya bersyariah.
Betul yang dikatakan Ibu Sukma, “Di
dalam saya mengarang puisi. Saya sebagai budayawati berperan bukan hanya
sebagai Sukmawati saja, namun saya menyelami, menghayati khususnya ibu-ibu di
beberapa daerah. Ada yang banyak tidak mengerti syariat Islam seperti di
Indonesia timur di Bali dan daerah lain,".
Memang, saat ini negeri kita sedang memanas isu penista agama. Jadi sedikit
saja terkait masalah agama, pasti bakal fatal akibatnya. tidak dengan puisi, bung.
Butuh mengernyitkan dahi untuk menafsir sebuah puisi yang kaya akan diksi.
Saya juga bukan sedang pro terhadap kesalahan yang terjadi, baik itu kepada
agama saya yang dilecehkan, kepada Ibu Sukma, atau kepada siapapun yang secara
tersurat maupun tersirat menghina agamanya sendiri. Saya netral. Malah saya
berpikir, “Lho kok
ya kamu jadi makhluk selucu itu!”
kepada kaum yang tergolong –Manusia Kurang Kerjaan.
Tapi saya tekankan di sini adalah, saya menghargai karyanya. Itu saja.