foto: family.fimela.com

Rasanya sepanjang sejarah manusia tak pernah melewati orang-orang yang kurang piknik. Kurang piknik disini maksudku hidupnya tidak bisa dibecandain, pun berwajah buram ─perengutan. Termasuk hidupku saat ini. Ada saja orang-orang seperti itu. Menurutku itu bukanlah hal yang menyenangkan. Apalagi ditonjolkan kepada orang-orang yang tidak bersalah. Entah dari segi mana wajah-wajah seperti itu selalu terlahir.

Terkadang, baru saja datang. Tiba-tiba wajahnya, seperti tidak mau menerima kehadiran kita. Padahal sebelumnya baik-baik saja.─tidak ada masalah sama sekali. Terkadang aku mikir, “apa sih salah gue?”. Tetapi aneh, bisa secepat itu berubah dengan begitu cepat. Kilat saja mungkin rasanya tidak bisa menandingi wajah-wajah perajuk’an.

Jadi dengan begini, aku harus bagaimana bersikap. Seolah-olah aku ada hanya untuk sebagai benalu bagi dirinya. Lain halnya dengan orang-orang yang tidak bisa bercanda. Jika di kota-kota besar, apalagi di kalangan remaja yang gaulnya sudah tingkat dewa. Soal bercandaan bukan hal besar lagi. Apapun yang terjadi, itu akan selalu jadi bahan bagi mereka. Untuk orang-orang lemah yang kurang piknik rasanya sangat tidak pantas untuk masuk ke dalam ranah orang-orang yang sudah tebal telinga dengan keadaan yang seperti itu. Dalam kalangan tersebut ada yang mengatakan, “nggak bisa dibecandain, mending ke hutan aja!”. Kutipan seperti itu memang cocok untuk orang-orang yang super lemah.

Biasanya orang-orang yang kurang piknik, mainnya kurang jauh, katanya. Tepat sekali. Jika memang tidak suka hal-hal yang mengganggap bahwa dirimu akan sakit, mending menjauh. Jangan pernah mencoba untuk memulai.

Lalu bagaimana dengan orang-orang yang seperti ini? Jika aku bisa memilih. Rasanya aku musnahkan secepatnya sifat-sifat yang tidak menyenangkan begini. Tidak bisa digunakan. Hanya sederet orang-orang lemah saja.

Terkadang punya masalah, dibawa-bawa ke ranah sosial. Sehingga orang-orang yang tidak bersalah malah kena imbasnya. Untung saja aku sebagai ranah sosial itu mengerti dengan keadaan orang-orang yang berwajah kurang piknik. Tapi sayangnya, terkadang aku masih saja peduli dengan orang-orang seperti itu. Sebab aku masih kasihan. Kasihan? Aku seperti dimanfaatkan. Tidak ada gunanya, memang. Tapi begitulah keadaan yang sebenarnya. Hatiku masih terlalu lembut untuk bisa menghancurkan orang-orang yang pernah aku sayang. Seharusnya mereka tidak perlu melakukan hal itu padaku. Kecuali jika aku memang salah. Tapi selama ini aku tidak pernah salah. Dan kenyataannya setiap hari rasanya aku yang selalu disalahkan. Jika ada maunya saja, baru mau menyapa. Mau baik. Untuk itu, orang yang kurang piknik, musnahkan saja!