Foto: bigthink.com

Dari judul besarnya saja, itu sudah membuat pertanyaan besar. Bagaimana tentang sebuah kesan. Dari arti sempit, mungkin dihubungkan dengan pribadi saya tentang asmara.

Jika dibilang asmara, tidak juga. Mungkin bisa dibilang kedekatan, maupun keakraban. Semula dari awal pertama kali kenal, awalnya sama sekali tidak memiliki kesan yang pas. Seleraku pada waktu itu begitu tinggi. Tapi lama kelamaan kesan itu mulai muncul. Kesal awal yang kemudian setelah berkenalan adalah sifatnya yang begitu baik. Apalagi dia tidak bisa marah. Itu saya petik dari sosoknya. Dari sifatnya saja, itu sudah menunjukkan kesan yang luar biasa. Semoga dengan perkenalan selanjutnya akan menjadi kedekatan yang begitu akrab.

Jelang setelah beberapa minggu, bahkan berbulan-bulan. Benar adanya. Semakin hari kami semakin saja memiliki kesan yang hebat. Aku tahu dia sangat butuh apa yang aku pahami dalam dirinya, semejak itulah apapun yang dia inginkan akan aku berikan.

Semakin lama, aku menjadi semakin paham dari pribadinya. Aku tahu kapan dia ingin sendiri, kapan dia butuh, kapan dia lapar, dan kapan dia marah. Marah? Ya, dia pernah sesekali marah. Tapi kemarahannya tidak menunjukkan ekspresi yang serius. Yang saja merutuk sesuatu yang biasa saja dari mulutnya. Terkadang aku mencoba untuk menggurauinya. Kali saja dia bisa lebih dari batas kewajarannya. Tapi dia tidak bisa. Bukan tidak bisa, tapi dia tidak mau marah dihadapanku. Aku tahu itu.

Tapi semakin lama, sikapnya begitu sangat pesat berubah. Dia bukan sosok seseorang yang aku kenal sebelumnya. Aku bukan ingin mengungkit tentang kebaikanku. Selama ini dia hanya lupa tentang kebaikanku kepadanya. Terkadang dia cuek, terkadang dia tidak menghiraukan, terkadang dia tidak peduli, terkadang dia pergi berlalu begitu saja. Tanpa pernah sedikitpun mau mengerti apa yang aku mau. Dia tidak pernah lagi perhatian. Sikap apatisnya sekarang begitu besar.  Apa yang berbeda darinya sekarang, tak pernah dariku sedikit saja untuk balas dendam. Malah aku semakin perhatian dan peduli dengannya. Tapi dia tidak mengerti tentang hal itu.

Sebelumnya, aku sudah menyampaikan, seperti mengutarakan tentang apa yang sedang terjadi padaku terhadapnya. Aku hanya ingin diperhatikan. Itu saja. Dia mengatakan ya, tapi masih saja terus melakukan hal-hal diluar keinginanku. Padahal apa yang dia inginkan pasti aku berikan. –tapi masih berbatas dan berwajar. Tapi entah, rasanya aku ingin saja berhenti peduli lagi padanya.

Saat ini, kesanku padamu sekarang biasa-biasa saja. Masih ketinggalan jauh dengan seseorang yang berinisial f, dan kepedulianku masih belum berbatas. Jika itu sudah berbatas, maaf saja aku akan mencari pengantimu yang jauh lebih peduli dari apa yang aku harapkan. Semoga saa itu tidak terjadi. af